Jumat, 04 Desember 2009

Garam dan Telaga


Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung masalah. Langkahnya gontai dan air mukanya lusuh. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Paktua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba minum ini dan bagaimana rasanya.. “, ujar pak Tua itu.

“asin.. asiin sekali”. Jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua itu sedikit tersenyum, ia lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.
Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah”. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”

“segar.. “ sahut tamunya “apakah kau merasakan garam di dalam air itu?”. Tanya pak Tua lagi . “Tidak”, jawab si anak muda
Dengan bijak, pak Tua menepuk – nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, Bersimpuh di samping telaga itu . “anak muda dengarkanlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergatung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kau menampung segalanua. Jadi, jangan jadikan hatimu itu sesempit gelas, buatlah laksanan telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama- sama belajar hari itu, dan pak Tua, si orang bijak itu kembali menyimpan “segenggam garam”, unutk anak muda yang lain yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

0 komentar:

Posting Komentar