Selasa, 15 Desember 2009

Sang Juara


Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya.
Ada anak seorang bernama Adi. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Adi lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobilnya.

Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil lainnya. Namun, Adi bangga dengan semua itu, karena, mobil itu buatannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap digaris start, untuk mendorong mobil mainan mereka kencang – kencang. Disetiap lintasan, telah siap 4 mobil dengan 4 “pembalap” kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah antara satu dengan yang lain.

Namun, sesaat kemudian, Adi meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam dengan tangan yang mengadah kelangit memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian ia berkata “Ya, aku siap!”

DORR.. tanda telah dimulai ascara balapan tersebut. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak – sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing “Ayo… ayo.. Cepatt..cepat..” begitu teriak mereka. Ahha.. sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun terlambai. Dan, Adi lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Adi. Ia berucap dan berkomat kamit lagi dalam hati. “Terima Kasih”.

Saat pembagian piala tiba. Adi maju kedepan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya. “Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?”. Adi terdiam. “Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan” kata Adi.

Ia lalu melanjutkan, “sepertinya tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongmu mengalahkan orang lain. Aku hanya memohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah”. Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat terdengarlah suara gemuruh tepuk –tangan yang memenui ruangan.
------------------------------------------------------------------------------------------------
Anak –anak tampaknya lebih punya kebijaksanaan disbanding kita semua. Adi, tidaklah memohon Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Adi, tak memohon kepada Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan untuk mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang dan menyakiti yang lain. Namun Adi, meminta kepada Tuhan, agar diberikan kekuatan saat menghadapi semua itu. Ia berdoa, agar diberikn kemuliaan, dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.

Mungkin, telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa pada Tuhan agar mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa kepada Tuhan untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal yang kita butuh adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya, dan panduan-Nya.

Kita sering terlalu lemah, untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa, dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui? Saya yakin, Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah. Sesungguhnya, Tuhan sedang menguji setiap hamba-Nya yang shaleh.